Selasa, 08 Oktober 2013

Anies Baswedan: Masa Depan Indonesia Ditentukan Manusianya

KETIKA menjadi pembicara dalam acara pembukaan KTT Hukum Rakyat 'Menata Masa Depan Indonesia' di GOR POPKI, Wisma Sugondo, Jalan Jambore Raya 1, Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (8/10/2013), Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengatakan bahwa masa depan Indonesia ditentukan bukan dari infrastruktur maupun sumber daya alamnya, tetapi oleh manusianya sendiri.

"Yang harus kita bangun adalah masa depan Indonesia, kita harus terus menerus mengembalikan manusia Indonesia sebagai pusat pembicaraan," kata salah satu peserta konvensi calon presiden dari Partai Demokrat ini.

Anies menekankan bahwasannya pendidikan dapat menjadi alat rekayasa sosial.

"Yang seringkali terlupakan jika kita bicara pendidikan adalah pendidikan. Pendidikan adalah alat rekayasa sosial yang luar biasa, pendidikan itu alat rekayasa sosial yang luar biasa yang dahsyat," kata Anies. "Siapa dididik hari ini menentukan masa depan."

Anies meyakini, apabila pendidikan menjadi tujuan bersama bagi bangsa Indonesia, maka akan muncul keadilan. "Bila kita menginginkan keadilan muncul dan berkelanjutan maka kualitas manusianya harus didorong bagi kita semua yang bergerak di wilayah pendidikan," katanya.

Menurut, pendidikan merupakan Anies tanggung jawab bersama.  "Tanggung jawab kita memastikan setiap anak bangsa bisa mendapatkan pendidikan bagi kita semua," katanya.

Materi pendidikan, menurutnya, juga harus menjadikan setiap anak-anak bisa survive di daerahnya. Ini penting dan dibutuhkan upaya untuk mengubah mindset dan cara berpikir.

"Republik ini harus mendidik bukan menjadikan semua orang sebagai orang urban, kesejahteraan harus bisa muncul di setiap titik. Ini tanggung jawab penyediaan lapangannya, tapi pendidikannya juga harus bisa memungkinkan orang bertahan," kata dia.

Sayangnya, kata Anies, hari ini amat sulit bagi anak-anak karena konsep yang dibawa adalah konsep yang membuat mereka tercerabut dari akarnya. "Ini harus diubah, karena itu perlu keberanian. Dan yang mengubah siapa ? Bukan Jakarta mohon maaf. Jakarta kalau mengubah makin banyak runyam urusan. Yang harus mengubah adalah kita-kita yang ada di daerah," kata dia.